Sabtu, 23 Juli 2011

ENSEFALOPATI HEPATIKUM


ENSEFALOPATI HEPATIKUM

II.1 Pengertian Ensefalopati Hepatikum
            Hati merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam mengatur metabolisme tubuh, yaitu pada proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting seperti sintesis protein, pembentukan glukosa serta proses katabolisme yaitu dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti aonia, berbagai jenis hormon, obat-obat-an dan sebagainya.
Selain itu hati juga berperan sebagai penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan vitamin serta memelihara keseimbangan aliran darah splanknikus.
Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi-fungsi tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang bersifat toksik. Keadaan klinis gangguan sistem saraf otak pada penyakit hati tersebut merupakan gangguan neuropsikiatrik yang disebut sebagai koma hepatik atau ensefalopati hepatik (EH).
Perjalanan klinis EH dapat subklinis, apabila tidak begitu nyata gambaran klinisnya dan hanya dapat diketahui dengan cara-cara tertentu. Angka prevalensi ensefalopati subklinis berkisar antara 30% - 88% pada pasien sirosis hati.
EH merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang umumnya terjadi karena kadar protein yang tinggi di saluran pencernaan atau karena stress metabolik akut (perdarahan saluran pencernaan, infeksi, dan gangguan elektrolit pada pasien dengan portal-systemic shunting. Gejala-gejala yang muncul umumnya gejala neuropsikiatrik (confusion, flapping tremor, koma). Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis.
  1. Penurunan kesadaran sedang sammpai berat
  2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi
  3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak
  4. Tanpa disertai tanda-tanda infeksi bacterial yang jelas
  II.2 Etiologi
EH dapat muncul pada hepatitis fulminan yang disebabkan oleh virus, obat-obatan, atau racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat terjadi kolateral portal-sistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal.
Pada pasien dengan penyakit hati kronis, episode akut ensefalopati umumnya dicetuskan oleh beberapa faktor, antara lain :
Jenis
Penyebab
Excessive nitrogen load
Intake protein dalam jumalah tinggi, pendarahan gastrointestinal seperti pada kondisi varises esophagus (dimana darah dalam keadaan tinggi protein, yang direabsorbsi oleh usus), gagal ginjal (ketidakmampuan untuk mengekskresikan nitrogen yang mengandung produk sisa seperti urea), konstipasi
Gangguan elektrolit atau metabolik
Hyponatraemia, hypokalaemia, yang biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan diuretic, sering digunakan untuk mengobati asites, alkalosis, hypoxia (insufficient oxygen levels), dehydration
Obat-obatan
Sedatives seperti benzodiazepines (sering digunakan untuk menekan enxietas dan alcohol withdrawal), narkotik (sebagai pain kellers), often used to suppress alcohol withdrawal or anxiety disorder ), isoniazid ( sering digunakan untuk penyakit infeksi paru)
Infection Infeksi
Lain-lain
pembedahan, perburukan dari penyakit hati, menyebabkan kerusakan hati kerusakan hati (misalnya hepatitis alkoholik , hepatitis A )
idiopathik
Pada 20-30% kasus, tidak ada penyebab yang jelas

EH dapat diklasifikasikan berdasarkan gangguan dari hepar, yaitu :
-          tipe A : berhubungan dengan gangguan hepar akut
-          tipe B : berhubungan dgn bypass portosistemik tanpa penyakit hepatoselular intrinsik
-          tipe C : berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal atau shunt portosistemik. Pada kasus dengan penyakit hati kronik, PSE tipe ini dapat muncul secara episodik atau bahkan menetap

II.3 Patofisiologi
            Patogenesis EH sampai saat ini belum diketahui secara pasti karena :
  1. masih terdapatnya perbedaan mengenai dasar neurokimia/neurofisiologis.
  2. heterogenitas otak baik secara fungsional ataupun biokimia yang berbeda dalam jaringan otak
  3. ketidakpastian apakah perubahan-perubahan mental dan penemuan biokimia saling berkaitan satu dengan lainnya.
 Secara umum dikemukakan bahwa EH terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuro-aktif dan kemampuan       
komagenik dari zat-zat tersebut dalam sirkulasi sitemik (Mullen, 2007)
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan :
  1. Hipotesis Amoniak
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia dirubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia yang masuk ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dan otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara in vitro akan mengubah loncatan (fluk) klorida melalui membran neural dan akan menganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Di samping itu amonia dalam proses detoksifikasi akan menekan eksitasi transmiter asam amino, aspartat, dan glutamat.

  1. Hipotesis Toksisitas Sinergik
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain-lain. Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan menghambat NaK-ATP-ase.
Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid mempunyai efek metabolik seperti gangguan oksidasi, fosforilasi dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase sehingga dapat menyebabkan koma hepatik reversibel.
Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas otak dan enzim hati monoamin oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain seperti amonia yang mengakibakan koma hepatikum. Senyawa-senyawa tersebut akan memperkuat sifat-sifat neurotoksisitas dari amonia.
Inhibisi dari NaK-ATP-ase membran yang disebabkan amonia akan berakibat pada edem cerebri dan pembengkakan dari astrosit. Pada otak yang normal, astrosit menjaga hemato-enephalic barrier dan melakukan fungsi detoksifikasi yaitu mengubah amonia menjadi glutamin. Jika kadar amonia meningkat dari yang seharusnya, fungsi detoksifikasi tidak akan maksimal dan hemato-encephalic barrier akan rusak.

  1. Hipotesis Neurotansmiter Palsu
pada keadaan normal pada otak terdapat neurotransmiter dopamin dan nor-adrenalin, sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati, neurotrasmiter otak akan diganti oeh neurotransmiter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemah dibanding doamin atau nor-adrenalin. (Mullen, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah :
a.       pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi oktapamin yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak
b.      pada gagal hati seperti pada sirosis hati akan terjadi penurunan asam amino rantai cabang (BCAA) yang terdiri dari valin, leusin dan isoleusin, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan asam amino aromatik (AAA) seperti tirosin, fenilalanin, dan triptopan karena penurunan ambilan hati (hepatic-uptake). Rasio antara BCAA dan AAA (Fisischer’ ratio) normal antara 3-3.5 akan menjadi lebih kecil dari 1.0. Keseimbangan kedua kelompok asam amino tersebut penting dipertahankan karena akan menggambarkan konsentrasi neurotransmiter pada susunan saraf.

  1. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin.
Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmiter yang merangsang dan yang menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan pada terjadinya koma hepatik. Terjadi penurunan neurotransmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamat, aspartat, dan dopamin sebagai akibat meningkatnya amonia dan GABA yang menghambat transmisi impuls. Efek GABA yang meningkat bukan karena influks yang meningkat ke dalam otak tapi akibat perubahan reseptor GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepin.

Tidak berfungsinya hati untuk mendetoksifikasi dikaitkan sebagai penyebab dari timbulnya EH. Hal ini dapat muncul sebagai akibat dari gagal hati akut atau gangguan hati kronis (seperti adiposis hepatica, sirosis hati, portocaval shunt). Sehingga proses pembersihan pada hepar akan berkurang. Dalam hal ini, substansi beracun seperti amonia, merkaptan (yang dibuat di saluran pencernaan oleh bakteri pada makanan dan normalnya dibuang atau didetoksifikasi melalui hati) masuk ke sirkulasi sistemik.
Pada EH jumlah dari substansi-substansi berikut ini meningkat dan oleh karena itu diperkirakan substansi tersebut merupakan mediator untuk terjadinya EH :
-          amonia
-          merkaptan (berhubungan dengan foetor hepaticus)
-          GABA
-          Asam lemak rantai pendek
-          Asam amino aromatik
-          Osmolit (hasil dari kompensasi pelepasan dari astrosit)\

Faktor-faktor pemicu ensefalopati hepatik antara lain :
-          perdarahan gastro-intestinal (1000 cc darah = 200 gr albumin)
-          infeksi (berhubungan peningkatan proteolisis albumin)
-          gangguan elektrolit (berhubungan dengan penggunaan diuretik)
-          obstipasi
-          intake protein yang berlebih
-          alkalosis (peningkatan difusi amonia ke otak)
-          iatrogenik (terapi dengan benzodiazepin, diuretik)

II.4 Gambaran Klinis
Pada umumnya berupa kelainan mental, kelainan neurologis, kelainan parenkim hati serta kelainan laboratorium.
         Sesuai perjalanan penyakit hati maka EH dapat dibedakan atas : 
         EH akut (fulminant hepatic failure) ditemukan pada pasien hepatitis virus, hepatitis toksik obat (halotan, 
         asetaminofen), perlemakan hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati yang fulminan tanpa faktor pencetus 
         (presipitasi).
Perjalanan penyakit eksplosif  ditandai dengan delirium, kejang disertai dengan edem otak. Dengan perawatan intensif angka kematian masih tinggi sekitar 80%. Kematian terutama disebabkan edem serebral yang patogenesisnya belum jelas, kemungkinan akibat perubahan permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATPase, serta perubahan osmolar karena metabolisme amonia. 
Pada penyakit hati kronik dengan EH portosistemik, perjalanan tidak progresif sehingga gejala neuropsikiatri terjadi pelan-pelan dan dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus seperti azotemia, sedatif, analgesik, perdarahan gastrointestinal, alkalosis metabolik, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan pemakaian diuretik akan dapat mencetuskan koma hepatik.
 Ensefalopati mempunyai tingkatan-tingkatan yang bergradasi  (West haven)
STAGE
Cognition & Behaviour
Neuromuscular Function
EEG
0 (subclinical)
Asymptomatic
None
Frekuensi Alfa
(8.5-12 siklus/dtk)
1
Sleep disturbance
Impaired concentration
Depression, anxiety, or irritability
Monotone voice
Tremor
Poor handwriting
Constructional apraxia
7-8 siklus/dtk
2
Drowsiness (Lethargy)
Disorientation
Poor short-term memory
Disinhibited behaviour
Ataxia
Dysarthria
Asterixis
Automatism (yawning, blinking, sucking)
5-7 siklus/dtk
3
Somnolence
Confusion
Amnesia
Anger, paranoia, or other bizzare
Nystagmus
Muscular rigidity
Hyperreflexia or hyporeflexia
3-5 siklus/dtk
4
Coma
Dilated pupils
Oculocephalic or oculovestibular reflexes
Decebrate posturing
3 siklus/dtk atau
negatif

Gejala-gejala tersebut tidak akan muncul sampai fungsi otak terpengaruh. Gejala yang muncul pada awal adalah constructional apraxia, di mana pasien tidak mampu untuk menggambar hal-hal yang sederhana seperti bintang.
Agitasi dan mania dapat muncul tapi jarang terjadi. Defisit neurologis yang terjadi bersifat simetris. Bau mulut yang khas dapat muncul dan tidak bergantung pada grade dari EH.

II.5 Diagnosis
EH dapat ditegakkan berdasarkan :
-          Pemeriksaan fisik à berdasarkan gejala klinis di atas
-          Laboratorium
karena EH merupakan sindrom neuropsikiatrik non-spesifik, maka tes biokemikal kurang memadai untuk menegakkan diagnosis. Yang paling informatif adalah kadar amonia dalam darah. Amonia merupakan hasil akhir dari metabolisme asam amino baik yang berasal dari dekarboksilasi protein maupun hasil deaminasi glutamin pada usus dari hasil katabolisme protein otot. Dalam keadaan normal amonia dikeluarkan oleh hati dengan pembentukan urea. Pada kerusakan sel hati seperti sirosis hati, terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah karena gangguan fungsi hati dalam mendetoksifikasi amonia serta adanya pintas (shunt) porto-sistemik. Nilai >100 mg/100 ml dianggap abnormal.
 
Tingkat ensefalopati
Kadar amonia dalam darah (mgram/dl)
0
< 150
I
151-200
II
201-250
III
251-300
IV
>300

-          EEG
Terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah siklus gelombang per detik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8-12 Hz). Pemeriksaan ini kurang tepat dibandingkan dengan pemeriksaan evoked potentials.
-          Tes psikometri
Cara ini dapat membantu m enilai tingkat kemampuan intelektual pasien yang mengalami EH subklinis. Penggunaannya sangat sederhana dan mudah melakukannya serta memberikan hasil dengan cepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali dipakai oleh Reitan (Reitan Trail Making Test) yang dipergunakan secara luas pada ujian personal militer Amerika (Conn HO, 1994) kemudian dilakukan modifikasi dari tes ini yang disebut Uji Hubung Angka (UHA) atau Number Connection Test (NCT), dengan menghubungakan angka-angka dari 1-25, kemudian diukur lama penyelesaian oleh pasien dalam satuan detik.
 Dengan UHA tingkat ensfalopati dibagi atas :
Tingkat
ensefalopati
Hasil UHA
(detik)
0
15-30
I
31-50
II
51-80
III
81-120
IV
>120

II.6 Diagnosa Banding
1.      koma akibat intoksikasi obat-obatan dan alkohol
2.      trauma kepala seperti komosio serebri, kontusio serebri, perdarahan subdural, dan perdarahan epidural
3.      tumor otak
4.      koma akibat gangguan metabolisme lain seperti uremia, koma hipoglikemi, koma hiperglikemi
5.      epilepsi

II.7 Penatalaksanaan
            Harus diperhatikan apakah EH yang terjadi adalah primer atau sekunder. Pada EH primer, terjadinya ensepalopati adalah akibat kerusakan parenkim hati yang berat tanpa adanya faktor pencetus (presipitasi), sedangkan pada EH sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor pencetus.
 Tujuan utama :
  1. Memberikan dukungan perawatan suportif
  2. Memperbaiki faktor-faktor pencetus
  3. Mengurangi asupan nitrogen di dalam saluran cerna
  4. Memberikan kebutuhan pengobatan jangka panjang
 Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka yang harus dilakukan adalah :
1.      Mengobati penyakit dasar hati jika mungkin
2.      Mengidentifikasi & menghilangkan faktor pencetus
3.      Mencegah & mengurangi pembentukan/influks toksin nitrogen ke dalam otak :
-          Mengubah, menurunkan/menghentikan makanan yang  mengandung protein
Diet rendah protein ditingkatkan secara bertahap, misalnya dari 10 gram menjdi 20 gram sehariselama 3-5 hari disesuaikan dengan respon klinis, dan bila keandaan telah stabil dapat diberikan rotein 40-60 gram/hari. Sumber protein terutama dari campuran asam amino rantai cabang. Pemberian asam amino ini diharapkan akan menormalkan keseimbangan asam amino sehingga neurotransmitter asli dan palsu akan berimban dan kemungkinan dapat meningkatkan metabolisme amonia di otot.
Tujuan pemberian asam amino rantai cabang pada koma hepatic antara lain adalah :
1.      untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan tanpa memperberat fungsi hati
2.      pemberian asam amino rantai cabang akan mengurangi asam amino aromatic dalam darah
3.      asam amino rantai cabang akan memperbaiki sintesis katekolamin pada jaringan perifer
4.      pemberian asam amino rantai cabang dengan dextrose hipertonik akan mengurangi hiperaminosidemia
-          Menggunakan laktulosa, antibiotik atau keduanya
Laktulosa merupakan disakarida sintetis yang tidak diabsorbsi oleh usus halus yang terdiri dari galaktosa dan fruktosa, diuraikan bakteri di usus besar dengan hasil akhir asam laktat, sehingga terjadi lingkungan dengan pH asam yang akan menghambat penyerapan amoniak. Selain itu frekuensi defekasi bertambah sehingga memperpendek waktu transit protein di usus. Penggunaan laktulosa bersama antibiotika yang tidak diabsorbsi usus seperti neomisin, akan memberikan hasil yang lebih baik
Neomisin diberikan 2-4gram per hari baik secara oral atau secara enema, walaupun pemberian oral lebih baik kecuali terdapat tanda-tanda ileus. Metronidazol 4x250 mg perhari merupakan alternatif.
-          Membersihkan saluran cerna bagian bawah
Upaya ini dilakukan agar darah sebagai sumber toksin nitrogen segera dikeluarkan.
4.      Upaya suportif dgn menjaga kecukupan masukkan kalori dan mengobati komplikasi kegagalan hati

II.8 Prognosis                        
            Pada EH sekunder, bila factor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan standar hamper 80% pasien akan kembali sadar.
Pada pasien dengan EH primer dan penyakit berat prognosis akan lebih buruk bila disertai hipoalbuminemia, ikterus, serta asites. Sementara EH akibat gagal hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang dapat sadar kembali setelah dirawat pada pusat-pusat kesehatan yang maju.




DAFTAR PUSTAKA

1.               Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L, et all; Hepatic Encephalopathy in Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. USA: McGraw-Hill. 2006.
2.               Herrine, Steven K. Portal-systemic Encephalopathy. Merck & CO.2009. http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch022/ch022g.html
3.               J E J Krige, I J Beckingham . Portal hypertension -2. Ascites, encephalopathy, and other conditions 22 In ABC Of Liver, Pancreas And Gall Bladder. London : BMJ Books.2001. p. 22-24
4.               Mullen, D Kevin. Pathogenesis. ClinicalManifestation, and diagnosis of Hepatic Encephalopathy. 2007
5.               Sheila, Sherlock. Chapter 20 : Drugs and liver in Diseases of the Liver and Biliary System, 11th edition. Milan : Blackwell science. 2002. p 335-364
6.               Sood, Gagan K. Porto-systemic Encephalopathy. Baylor College Medicine. 2010. http://emedicine.medscape.com/gastroenterology#liver
7.               Zubir, Nasrul. Koma Hepatik in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 4th Edition. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. p. 449-451.




0 komentar:

Posting Komentar